Jakarta - Perang Padri merupakan salah satu pertempuran yang dilatarbelakangi oleh perpecahan di kalangan rakyat Minangkabau, tepatnya antara kaum Padri dan kaum ini terjadi di daerah Sumatera Barat dan terbagi ke dalam dua periode yang terpisah, yaitu pada tahun 1821-1825 dan dari buku Explore Sejarah Indonesia untuk SMA/MA/SMK/MAK yang ditulis oleh Abdurakhman dan Arif Pradono, kaum Padri menilai bahwa kaum Adat telah melakukan praktik-praktik yang menyimpang dari ajaran kaum Padri ingin melakukan pemurnian praktik ajaran Islam dengan memberantas kebiasaan-kebiasaan yang menyimpang Padri terdiri atas ulama-ulama yang memiliki tujuan untuk memurnikan ajaran Islam di Minangkabau, sedangkan kaum Adat merupakan kelompok masyarakat di Minangkabau yang masih memegang teguh adat istiadat dari leluhur antara Kaum Padri dan Kaum Adat Dimanfaatkan oleh BelandaPerang saudara yang terjadi antara kaum Padri dan kaum Adat memberikan Belanda celah untuk mempengaruhi masyarakat pada tahun 1821, Pemerintah Kolonial Belanda yang bernama James Du Puy melakukan perjanjian dengan kaum perjanjian tersebut, Belanda berhasil menduduki sejumlah daerah. Akibat dari tindakan kaum Adat dan Belanda, akhirnya terjadilah Perang Pertama Perang Padri 1821-1825, Gencarnya Kekuatan Kaum PadriDi periode yang pertama, kaum Padri menyerang pos-pos Belanda dan melakukan pencegatan terhadap patroli-patroli mereka. Pada September 1821, pos-pos Belanda di Simawang, Soli Air dan Sipinang jadi sasaran penyerangan kaum itu, dengan jumlah pasukan, kaum Padri yang dipimpin oleh Tuanku Pasaman menyerang Belanda di hutan sebelah timur Gurun. Pasukan Belanda yang hanya berjumlah 200 orang serdadu Eropa ditambah pasukan kaum Adat melakukan yang dipimpin oleh Tuanku Pasaman cukup sulit dikalahkan, hingga akhirnya Belanda memutuskan untuk mengirimkan surat ajakan berdamai. Mengetahui taktik Belanda, Tuanku Pasaman tidak menanggapi ajakan Belanda dan terus menggencarkan perlawanan di berbagai Pasukan Tuanku Nan Renceh dan Tuanku Imam BonjolPada tahun 1822, pasukan dari Tuanku Nan Renceh menyerang Belanda di bawah pimpinan Kapten Goffinet dan meraih mulai menduduki daerah IV Koto pada Februari tahun 1824, tindakan ini menyulut kemarahan kaum Padri di bawah komando Peto Syarif atau yang lebih dikenal sebagai Tuanku Imam Bonjol, kaum Padri melakukan penyerangan ke pos-pos Belanda di tahun 1825, Belanda kembali mengajukan perjanjian damai. Perjanjian itu berisi bahwa Belanda mengakui kekuasaan tuanku-tuanku di Lintau, IV Koto, Telawas, dan perjanjian tersebut mengecewakan kaum Adat. Mereka menganggap Belanda tidak menepati janji dan lebih mengutamakan kepentingan Kedua Perang Padri 1830-1837, Kaum Adat Mulai Melakukan PerlawananKaum Adat yang kecewa dengan perjanjian damai mulai menentang dan melawan balik Belanda. Pada periode kedua ini, kaum Padri dan kaum Adat mulai bersatu. Mereka menyadari bahwa musuh yang sebenarnya adalah kekuatan yang meningkat, kedudukan Belanda di Sumatera Barat semakin terdesak. Bahkan, Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch mengangkat kolonel Jacob Elout untuk mencegah meluasnya perlawanan dan kekuasaan kaum tahun 1832, serangan Belanda kepada kaum Padri semakin gencar. Bahkan, mereka menyerang pos-pos pertahanan kaum Padri yang berada di Banuhampu, Kamang, Guguak Sigandang, Tanjung Alam, Sungai Puar, Candung, dan beberapa lainnya di Pasukan PadriDi tahun 1834, kekuatan Belanda berfokus untuk menguasai wilayah Bonjol. Hingga akhirnya pada tahun 1835, pasukan Padri mengalami kesulitan dan dipukul 10 Agustus 1837, Tuanku Imam Bonjol menyatakan kesediaan berunding dengan Belanda. Sayangnya, usaha perundingan itu justru mengalami kegagalan dan memicu terjadinya peperangan Bonjol dikepung dan berhasil dikuasai oleh pasukan Belanda pada Oktober 1837. Tuanku Imam Bonjol dan sejumlah pejuang lainnya menyerahkan diri untuk menjamin keselamatan kaum menyerahkan diri, Tuanku Imam Bonjol dibuang ke Cianjur, Ambon, dan akhirnya wafat di Manado pada 6 November 1864. Simak Video "Sejarah Perang Padri dan Penyebabnya, Padang" [GambasVideo 20detik] kri/kri
KaumAdat merupakan sebutan yang diberikan kepada sekelompok masyarakat pendukung utama nilai-nilai tradisi dan adat istiadat yang diwarisi oleh nenek moyang mereka.. Penyebutan Kaum Adat ini populer di Minangkabau terutama pada masa Perang Padri. Kelompok ini merupakan penganut setia tatanan budaya Minangkabau, walau dianggap tradisi yang mereka lakukan tersebut mencampuri ajaran agama IslamKarena kaum Adat masih menjalankan kebiasaan-kebiasaan yang bertentangan dengan hukum Islam. Simak pembahasan berikut. Perang Padri yaitu periwtiwa peperangan yang terjadi di daerah Sumatera Barat saat tahun 1803-1838. Awalnya terjadinya perang Padri karena adanya perbedaan prinsip mengenai agama antara kaum Padri dengan kaum Adat. Namun, lama-lama perang Padri menjadi perjuangan melawan penjajah Belanda. Karena kaum Padri dan kaum Adat bergabung jadi satu berjuang melawan Belanda. Perang Padri terjadi karena ada pertentangan dari kaum Padri atau kelompok ulama terhadap kebiasaan-kebiasaan buruk yang terjadi di masyarakat. Hal tersebut bertujuan agar ajaran agama Islam dapat dijalankan dengan baik oleh masyarakat. Kebiasaan seperti, judi, sabung ayam, minuman keras, tembakau maupun penggunaan hukum matriarkat untuk pembagian warisan. Namun masyarakat masih tetap menjalankan kebiasaan tersebut dan membuat kaum Padri marah sehingga terjadinya peperangan. Perang Padri dapat disebut juga sebagai perang saudara. Karena dalam perang tersebut melibatkan Minang dan Mandailing. Kaum Padri dipimpin oleh Harimau Nan Salapan, sementara kaum Adat dipimpin Sultan Arifin Muningsyah. Jadi, Karena kaum Adat masih menjalankan kebiasaan-kebiasaan yang bertentangan dengan hukum Islam. PadaSeptember 1822, Belanda kembali ke Batusangkar setelah tertekan oleh serangan kaum Padri yang dipimpin Tuanku Nan Renceh. Namun keterlibatan Belanda membuat keadaan semakin kacau dan rumit. Karena Belanda malah ikut mencampuri kaut Adat. Pada 1833, kaum Adat bergabung dengan Kaum Padri dan bersama-sama berjuang melawan Belanda. . 121 242 79 33 113 375 84 97